Hatim adalah seorang
tokoh sufi dari Khurasan, Iran. Ia dikenal orang pada masanya sebagai seseorang
yang memiliki cacat fisik, yaitu tuli atau kurang pendengaran. Kalau orang
ingin bicara dengannya, dia haruslah berbicara keras-keras dan mengulanginya beberapa
kali. Akibatnya, orang menjadi malas berbicara kepadanya. Mereka tidak
memedulikan Hatim, padahal ia sedang berkumpul bersama mereka. Orang-orang
sibuk saling berbicara tanpa melibatkan Hatim.
Namun,
sebagian orang yakin Hatim hanya pura- pura tuli saja. Apa pun yang dilakukan
Hatim, tidak lepas dari pengamatan orang-orang yang penasaran itu. Di suatu
pagi, Hatim merasa terganggu oleh sebuah suara. Akhirnya, diketahui suara itu
berasal dari seekor lalat yang teijerat jaring laba-laba. Lalat yang terperangkap
itu berusaha melepaskan diri. Setiap kepakan sayapnya malah membuat sayapnya
menjadi terkoyak. Hatim memandang lalat itu dengan sedih.
“Wahai
kau yang terbelenggu keserakahanmu sendiri, bersabarlah. Di mana pun terdapat
umpan yang sangat menarik, di situlah para pemburu dan perangkap sedang
mengintaimu.”
Seseorang
yang berhasil mengetahui peristiwa itu langsung berkata, “Sungguh mengherankan
kau dapat mendengar dengungan
seekor lalat yang sulit kami dengar. Itu menunjukkan pendengaranmu lebih tajam
dibanding kami. Kalau orang-orang mengetahui hal ini, tentu mereka tidak akan
percaya bahwa kau kurang pendengaran.”
Hatim
pun menjawab, “Menjadi tuli lebih baik daripada mendengar omong kosong. Aku
berpura-pura tuli agar aku dapat menghindari puji-pujian yang orang- orang
berikan kepadaku. Orang-orang yang duduk bersamaku cenderung menutupi
kesalahan-kesalahanku dan hanya mengatakan segala kebaikanku. Hal itu hanya
akan membuatku tinggi hati. Kalau orang-orang mengira aku tuli, mereka akan
dengan bebas mengatakan kebaikan dan keburukanku. Dari ungkapan-ungkapan
mereka tentang keburukanku, aku menjadi terpacu untuk menjauhkan diri dari
keburukan tersebut.”
“Kebanyakan
orang, mungkin tidak siap berbuat seperti yang Hatim lakukan (pura-pura tuli).
Namun, Hatim tidak ingin dirinya terjerumus ke dalam sumur dosa hanya gara-gara
seuntai pujian. ”
Posting Komentar